time is on my side," demikian lirik lagu The Rolling Stones, tapi Steve Jobs tidak sependapat. Sejak awal, Jobs sudah sadar bahwa hidup itu fana: Tak seperti uang, yang belakangan dia banyak miliki, waktu tak dapat tergantikan.



Oleh karena itu, bukan kejutan kalau Jobs percaya dengan filosofi yang terkandung dalam carpe diem, atau "raihlah hari". Artinya adalah menjalani kehidupan seutuh-utuhnya setiap hari. Pepatah itu berasal dari Carmina ("The Odes") karya Horatius, seorang pujangga Latin.



Pacar pertama Jobs, Chrisann Brennan, menjelaskan bahwa "Steve selalu percaya dia akan mati muda. Saya pikir itulah hal yang membuat hidupnya selalu bergerak cepat. Dia tak pernah berharap bisa hidup melewati umur 45.”

HARI-HARI HIDUP KITA



Bruce J. Klein, direktur lembaga nirlaba Immortality Institute, menulis bahwa "dengan beberapa pengecualian, 30.000 hari adalah panjang hidup rata-rata manusia - 40.000 jika Anda beruntung." Steve Jobs tak seberuntung itu. Dia hanya hidup selama 20.984 hari.




Namun, ketika Jobs meninggal, dia sudah ada di puncak, dan dia memeras waktu seperti buah agar mendapat tiap tetes sari manisnya.

Jobs yang bersifat tak sabaran tidak suka dengan jadwal yang ditetapkan orang lain untuknya. Contohnya, sesudah terdaftar di Reed College dan menyadari bahwa administrasi kampus punya gagasan yang sangat berbeda mengenai arah jalur pendidikannya, Jobs berhenti ikut kelas terjadwal. Dia malah mendatangi kelas-kelas yang dia anggap menarik. Dia benar-benar merasa bahwa akademia ada untuk melayani dia, bukan sebaliknya.

PEKERJAAN JOBS


Ketika diwawancara majalah Playboy pada umur dua puluh sembilan, Jobs terdaftar sebagai orang termuda dalam jajaran orang Amerika terkaya versi majalah Forbes, dengan nilai kekayaan (sebagian besar berupa saham Apple Computer) kira-kira 450 juta dolar.


Pada Mei 1985, tiga bulan sesudah edisi Playboy yang memuat wawancaranya terbit, Jobs dicopot dari jabatan kepala divisi Macintosh sesudah kalah dalam adu kekuasaan dengan mentornya, John Sculley, dan kemudian mendirikan perusahaan komputer bernama NeXT. Dia juga membeli satu divisi komputer, yang belakangan ganti nama menjadi Pixar, dari pembuat film George Lucas, jobs membuat Pixar go public tak lama sesudah film Toy Story pertama dirilis, lalu akhirnya menjual Pixar ke Disney dan menjadi miliarder di atas kertas, berdasarkan nilai saham.



Berkat keberhasilannya dengan Pixar, pada 1997 Jobs dibujuk untuk kembali oleh Gil Amelio, yang ketika itu chief executive officer (CEO) Apple. Jobs menjadi CEO sementara, kemudian permanen. Dalam babak kedua di Apple, Jobs menghidupkan kembali perusahaan yang sempat patah semangat dan kehilangan arah. Produk-produk Jobs selanjutnya — iTunes, iPod, iPhone, dan iPad — menyelamatkan Apple dari kehancuran.


Sampai akhir hidupnya, Jobs percaya dengan filosofi meraih hari. Masayoshi Son, CEO perusahaan telekomunikasi Jepang bernama Softbank, menceritakan kisah berikut. Kata Son, dia pernah rapat dengan penerus Jobs, CEO Apple Tim Cook, yang terpaksa menghentikan rapat karena ditelepon. Menurut Son, Cook minta maaf dan bilang "Steve menelepon saya karena dia ingin bicara mengenai produk kami yang berikutnya. Cook meninggalkan rapat dan langsung pergi ke rumah Jobs.

Itu sehari sebelum Jobs meninggal.

Tak seorang pun kiranya berharap Jobs, pada titik dalam hidupnya itu, masih memikirkan urusan bisnis. Namun, dia melakukannya karena itu penting baginya.

Dia meraih hari itu. Dia menjalani hidup seolah-olah setiap hari adalah hari terakhirnya.

Filosofi hidup Jobs adalah, mengikuti kata-kata James Dean, "Bermimpilah seolah akan hidup selamanya; hiduplah seolah akan mati hari ini.."

Dengan mengamalkan filosofi itu seutuh-utuhnya, Jobs mencapai lebih banyak. Dia merevolusi bukan hanya satu bisnis, melainkan beberapa, sebagaimana disebutkan oleh pemusik Bono."Dia mengubah musik. Dia mengubah film. Dia mengubah komputer pribadi. Itu dorongan yang sangat hebat bagi orang-orang yang ingin berpikir beda, dan di situlah para seniman ‘nyambung’ dengan dia."

Kerajinan Jobs berakar di satu pepatah yang pertama kali dia temukan ketika remaja. Meskipun telah berulang kali dikatakan oleh banyak orang selama bertahun-tahun, kalimat ini sebenarnya muncul dari Kaisar Romawi Marcus Aurelius yang menyatakan bahwa orang sebaiknya "menjalani hidup setiap hari seolah-olah itu hari terakhirnya -- tanpa tergesa, atau berhenti, atau malas, atau munafik."

Steve Jobs melakukan itu.



"TIAP HARI ITU BERHARGA, JADI HARGAILAH TIAP HARI"