"jika kamu ingin menjalani hidup secara kreatif, sebagai seniman, maka jangan sering melihat kebelakang. Kamu harus mau menerima apa pun yang sudah kamu lakukan, siapa pun dirimu, dan membuangnya." 


SAYA TAK BISA PUAS

Kuburan industri komputer penuh dengan jenazah plastik komputer pribadi yang ketinggalan zaman. Contohnya, siapa yang masih ingat Commodore PET atau saudara-saudaranya yang tak ternama? Cerita Commodore adalah catatan kaki kecil dan ironis dalam sejarah komputer: Ketika Apple masih kecil, antara rilis Apple I dan Apple II, Steve Jobs menawarkan untuk menjual perusahaan itu ke Commodore. 

Jack Tramiel, presiden Commodore ketika itu, menolak karena dia “anggap konyol mengeluarkan 100.000 dollar untuk dua orang yang bekerja di garasi " 

Tramiel salah langkah.

Belakangan, sesudah Apple II membuktikan bahwa ada Pasar besar untuk komputer pribadi, semua orang ikut masuk—termasuk Commodore. Komputer PET-nya sengaja dijual dengan harga be­berapa ratus dolar lebih murah daripada Apple II, tapi papan ke­tiknya dirancang untuk anak kecil, dan mutu rekayasanya yang di bawah standar menyebabkan komputer tersebut kurang andal. Seperti dikatakan Woz, "Mereka tidak menyertakan kemungkinan pemutakhiran, warna, memori bagus, grafis resolusi tinggi, papan ke­tik bagus, kemampuan menggunakan TV... pokoknya segala hal." 

Dua belas tahun sesudah merilis PET, Commodore bangkrut. 

Masalah yang melanda seluruh industri komputer adalah para pembuat komputer tak pernah berusaha membuat produk hebat. Buts karena uang, mereka terburu-buru melepas produk kurang ba­gus ke pasar dan berharap produk-produk itu bakal terjual dengan cepat, dibeli konsumen yang tak tahu-menahu. Itu namanya me­rayu orang awam; tidak bagus bagi bisnis perusahaan dan juga tidak bagus bagi konsumen yang kena tipu. 

Baca Juga : Olah Rasa Ingin Tahu Steve Jobs

Menginjak awal 1980-an, sudah waktunya ads orang yang ber­pikir berbeda mengenai komputer. Daripada barang murahan, para pembuat komputer sudah perlu memikirkan kebanggaan, keahlian, dan kepuasan konsumen. Sudah waktunya berhenti meniru dan mulai berinovasi karena itulah yang diperlukan untuk membuat bekas sebesar-besarnya di slam semesta. Intinya adalah idealisme dan mengubah dunia. Intinya adalah memikirkan kembali bagaimana orang berinteraksi dengan komputer, dan membuat komputer menjadi sesederhana mungkin—seperti peralatan rumah tangga. Sudah waktunya merancang komputer untuk orang biasa, bukan penggemar teknologi yang suka memprogram. 

Seperti dijelaskan anggota tim Mac Andy Hertzfeld dalam bukunya Revolution in the Valley: The Insanely Great Story of How the Mac was Made; 

Beberapa tahun sebelumnya, Apple II dan sistem pelopor lain membuat komputer jadi terjangkau bagi semua, tapi semuanya masih terlalu sukar dipakai kebanyakan orang. Kami merasa bahwa tampilan pengguna gratis Mac punya potensi untuk pertama kalinya membuat komputer bisa dinikmati pengguna bukan ahli, berpotensi memperbaiki hidup jutaan pengguna." 

Datanglah Steve Jobs


Steve Jobs bukan seniman dalam arti tradisional. Dia tak bisa menggambar. Dan tak seperti sesama pendiri Apple Steve Wozniak, Jobs tak bisa menulis kode atau merancang pagan sirkuit yang elegan. Jobs bukan pemusik, pematung, atau penulis. Tapi dia jelas-jelas seniman, dalam arti terluas: Dia kreatif dan dapat melihat apa yang tak dapat dilihat orang lain, dan dia mengumpulkan orang-orang untuk membuat impiannya terwujud. Dia berpikir seperti Walt Disney, yang menjelaskan: 

Peran saya? Well, Anda tabu saya pernah terpana suatu hari waktu ada anak kecil bertanya "Apa Anda yang menggambar Mickey Mouse?" Saya harus mengaku bahwa saya tidak menggambar lagi. "Kalau begitu apa Anda yang memikirkan semua lawakan dan gagasan?" 

"Tidak," kata saya. "Saya tidak melakukan itu.” 

Akhirnya, dia menatap saya dan berkata, "Mr. Disney, apa yang sebenarnya Anda lakukan?" 

"Well," kata saya, "kadang saya menganggap diri saya le-bah. Saya pergi dari satu daerah Studio ke daerah lain, me­ngumpulkan serbuk sari, dan mendorong semua orang. Saya kira itulah yang saya lakukan.” 

Baca Juga : Raihlah Hari Waktumu Terbatas Steve Jobs

Di proyek Mac, tanggung jawab Jobs adalah menjadi konduktor yang mengilhami dan mengatur satu kelompok kecil orang berumur dua puluhan yang memandang diri sebagai seniman, seperti Jobs. Seperti dikenang Jobs: 

Orang-orang yang bekerja membuat Macintosh adalah pemusik, seniman, penyair, ahli hewan, dan ahli sejarah, sekaligus ahli-ahli komputer terhebat di dunia.... Kami semua membawa sikap sangat "seni liberal" dalam upaya ini, yakni kami ingin menarik yang terbaik di bidang-bidang lain ke dalam bidang ini. Saya pikir Anda tak akan paham itu jika Anda berpandangan sangat sempit. 


"Gerombolan bajak laut ceria" Jobs, sebagaimana dia menjuluki grup Mac, terbakar semangat dan kreativitas, dan ingin menciptakan sesuatu yang hebat. 

Ketika berbicara mengenai grup Mac, Steve Wozniak mengenang bahwa "kelompok anak muda tak berpengalaman yang sangat ingin melakukan hal-hal besar, menciptakan apa yang barangkali tek­nologi ter­­penting dalam hidup kita.... [Waktu itu] aturan inovasi dipandu oleh imbalan dari dalam, bukan oleh uang. " 

Mereka semua perfeksionis dan gila kerja, dengan hubungan pri­badi yang merana karena mendahulukan pekerjaan, terutama selagi jam kerja makin panjang menjelang tenggat. 

Mereka sangat sadar bahwa semua aspek Mac—dari kode sam­pai tampilan layar dan mesinnya sendiri—perlu fokus amat kuat agar semua rincian nya benar. Mereka sangat membanggakan ker­ja mereka, karena tahu bahwa jika mereka dapat bersatu dan menyukseskannya, mereka bisa mengubah dunia, karena mereka tahu bahwa suatu hari semua komputer akan jadi seperti Mac. 

Anggota tim Mac, Andy Herrzfeld, mengenang: 

Tim Mac punya set motivasi yang rumit, tapi bahan yang paling uniknya adalah banyak nilai artistik. Pertama-tama, Steve Jobs memandang dirinya sendiri sebagai seniman, dan dia mendorong tim perancang berpikir mengenai diri sendiri seperti itu juga. Tujuannya bukan mengalahkan pesaing atau mendapat banyak uang; tujuannya adalah melakukan hal yang terhebat, atau lebih hebat. 


Pada 10 Februari 1982, kenang Hertzfeld, tim Mac pertama berkumpul mengelilingi selembar kertas gambar besar di atas meja "Steve berbicara mengenai seniman yang menandatangani karyanya, lalu kue dan sampanye disajikan selagi dia memanggil tiap anggota tim untuk menandatangani. Tanda tangan kami diabadikan." 

Nama-nama mereka ditorehkan di bagian dalam badan plastic Mac—tak langsung terlihat semua orang: Jobs membangun Mac sedemikian rupa sehingga perlu alat khusus untuk membukanya. Dia melakukannya untuk mengirim pesan yang jelas: Tolong biarkan raja karya seni kami. Terima apa adanya. Jangan bongkar dan otak-atik. 

Tanda tangan Para anggota tim Mac ditulis dengan Kati-hati, untuk memastikan tiap nama dapat dibaca. Di antaranya, dua menonjol karena kesederhanaan: "Woz" dan, dengan huruf kecil, “steven jobs" 


Dalam epilog Revolution in the Valley, Andy Hertzfeld menulis: 

Sebagian besar produk komersial didorong nilai komersial, yang tujuannya adalah memaksimalkan laba dengan me­ngalahkan pesaing. Sementara itu, Macintosh lebih didorong oleh nilai artistik, tak peduli pesaing, dan tujuannya adalah menjadi luar biasa brilian dan sangat hebat... 

Jobs mengusung apa yang disebut “semangat Macintosh", Yang hanya mungkin ada dalam lingkungan kerja dengan ciri, seperti disebut insinyur Mac Andy Hertzfeld, "kesegeraan, ambisi, semangat meraih yang terbaik, kebanggaan artistik, dan humor berani." Semangat bersama anggota-anggota tim Mac-lah yang membuat semua pengorbanan mereka tak sia-sia, selagi mereka bekerja mencapai tujuan. Kata Hertzfeld, itu contoh yang layak ditiru, dan mengilhami untuk beberapa puluh tahun seterusnya.